Ilmu Sosial Dasar 6

Korupsi

Korupsi merupakan sesuatu yg “lumrah” di Indonesia. Lihat saja para wakil rakyat kita, harusnya mereka yg dipilih langsung oleh rakyat menjadi teladan yang baik. Tetapi pada kenyataannya tidak begitu, mereka menjadi wakil rakyat dengan niatan yg berbeda, yaitu ingin memperkaya diri dengan cara mengambil uang negara. Selain itu korupsi memang sudah bersifat sistemik, mulai dari RT yang kadang meminta uang “sukarela” sebagai pelicin dalam proses pembuatan KTP, penggelapan pajak oleh pengusaha nakal yang berkerja sama dengan orang perpajakan hingga korupsi proyek-proyek besar yg bernilai miliaran bahkan triliunan rupiah yang dilakukan oleh wakil rakyat. Hal-hal diatas itu yang membuat Indonesia menduduki posisi ke-100 dalam peringkat negara terkorup didunia versi Transparansi International (TI).

Korupsi secara harfiah adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan public yang dipercayakan kepada mereka. Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Dari pengertian korupsi diatas, sepertinya korupsi erat sekali hubungannya dengan para elit politik. Tentu saja tidak semua elit politik seperti itu. Tapi kebanyak memang seperti itu. Para oknum elit politik itu biasanya berkumpul dalam satu kelompok yang berkedok partai. Partai-partai ini berlomba-lomba mencalonkan kader-kadernya supaya banyak dari para kadernya yang mendapatkan kursi kekuasaan yang tentu saja akan menguntungkan kadernya dan juga partai yg mengusungnya itu. Setelah mereka mendapatkan kursi-kursi kekuasaan, terbukalah lahan-lahan basah yang menguntungkan mereka dalam rangka mengeruk uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan partai. Contohnya penentuan pemenang tender proyek di suatu daerah yang tentu saja dengan cara menyuap para penguasa daerah (baca:gubernur, bupati dll).

Para elit politik itu biasanya tidak tersentuh oleh hukum, karena hukum di Indonesia itu bisa diperjualbelikan. Para koruptor yg tertangkap biasanya hanya dipenjara dengan masa hukuman yang pendek. Mereka bisa mengajukan banding kepada pengadilan. Tentu saja dengan bantuan oknum hakim di Mahkamah Agung, hukuman mereka bisa diringankan ataupun divonis bebas asalkan bayarannya setimpal. Selain itu, belom lama ini juga terdengar berita “perang” antara KPK dengan Polri yang lebih popular dikenal dengan Cicak VS Buaya. Hal ini timbul karena Susno Duaji geram telponnya disadap oleh KPK dan keluarlah statement “ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak (KPK) kok melawan buaya (Polisi)”. Hal ini kemudian yang menimbulkan isu pengkerdilan kekuasaan KPK.

Itulah sebabnya sulit untuk memberantas korupsi di Indonesia, karena begitu banyak oknum yang bermain dalam sistem korupsi dinegara ini. Hanya KPK yang didapat diharapkan oleh rakyat dalam usaha pemberantasan korupsi, namun akhir-akhir ini banyak isu miring tentang KPK ini. Apakah ketua KPK terpilih yang baru dapat memberantas korupsi di Indonesia ini secara maksimal? Semoga saja.

Leave a comment